1. Tanggal 11 Februari, pada peringatan Santa Perawan Maria dari
Peringatan seratus lima puluh tahun sejak penampakan di Lourdes mengajak kita semua untuk memandang Perawan Suci, yang Dikandung Tanpa Noda merupakan suatu karunia Allah yang tertinggi yang diberikan secara bebas kepada seorang perempuan sehingga ia dapat secara penuh turut serta dalam rencana Allah, dengan iman yang teguh dan tak tergoyahkan, walaupun ia mengalami berbagai kesulitan hidup dan penderitaan. Karena itulah, Maria menjadi model atau teladan penyerahan diri secara total kepada kehendak Allah: ia menerima di dalam hatinya Sabda Ilahi dan mengandung-Nya di dalam rahim perawannya; ia percaya kepada Allah dan, dengan jiwanya yang tertusuk pedang (bdk. Luk 2:35). I tanpa ragu turut menanggung penderitaan Putranya, memperbarui jawaban “Ya” pada waktu menerima Kabar Gembira di Kalvari, di kaki Salib. Merenugkan Maria yang Dikandung Tanpa Noda berarti membiarkan diri sendiri untuk tertarik dengan jawaban “Ya”, yang membuatnya turut serta secara mengagumkan dalam misi Kristus, penebus umat manusia. Hal itu juga berarti membiarkan diri sendiri dituntun dan dibimbing oleh tangannya untuk menyatakan “fiat” kepada kehendak Allah, dengan seluruh diri, bersama dengan kegembiraan dan kesedihan, harapan dan kecemasan, dalam kesadaran bahwa kesulitan hidup, penderitaan dan kesakitan, memperkaya makna peziarahan kita di dunia ini.
2. Orang tidak dapat merenungkan Maria tanpa ditarik oleh Kristus dan orang tidak dapat memandang Yesus tanpa langsung menyadari kehadiran Maria. Itulah hubungan antara Ibu dan Anak yang tak mungkin terputuskan, hubungan yang bermula dalam rahimnya berkat karya Roh Kudus. Hubungan inilah yang kita alami, secara misterius, dalam Sakramen Ekaristi, sebagaimana Para Bapa Gereja dan para teolog nyatakan pada abad-abad pertama. ‘Tubuh yang lahir dari Maria, yang berasal dari Roh Kudus, adalah roti yang turun dari surga,’ kata Santo Hilarius dari
Kehadiran banyak orang sakit yang menjadi peziarah, dan sukarelawan yang menemani mereka mendorong kita merenungkan kasih sayang keibuan yang penuh kelembutan yang ditunjukkan oleh Santa Perawan Maria terhadap kesakitan dan penderitaan umat manusia. Dihubungkan dengan kurban Kristus, Maria, Bunda yang Berdukacita, yang di kaki Salib menderita bersama dengan Putra Ilahinya, terasa sangat dekat dengan komunitas Kristiani, yang berkumpul di sekitar anggota-anggotanya yang menderita, yang menanggung tanda penderitaan Tuhan. Maria menderita bersama dengan orang-orang sakit, kepada mereka ia memberi harapan, ia adalah penghiburan bagi mereka, yang menolong mereka dengan uluran tangan penuh kasih keibuan. Dan apakah tidak benar bahwa pengalaman spiritual dari banyak orang sakit mendorong kita untuk semakin memahami bahwa ‘Penebus Ilahi ingin memasuki jiwa setiap orang sakit melalui hati Bunda-Nya yang Suci, orang pertama dan terpuji dari semua orang yang tertebus?’ (Yohanes Paulus II,
No comments:
Post a Comment