Etos Kerja Agama Islam
Islam adalah ajaran yang bersifat dialogis, yang merupakan karakteristik
dinamis pada tubuh ajarannya. Hal ini memberikan makna bahwa ajaran Islam tidak
hanya terbuka untuk selalu berkarya guna memperbaiki nasib dirinya sendiri. Karena
dalam Islam yang menjadi inti pembangunan adalah manusia maka dengan
sendirinya itu menyangkut kedudukan manusia itu sendiri di alam semesta yang
tidak bisa dilepaskan hubungannya dengan Tuhannya. Sebagai hamba Allah manusia
harus merealisir dirinya sesuai dengan kehendak Allah yang tidak terlepas dari
konteks kemanusiaan. Realisasi dari diri manusia ini adalah yang dalam Islam
dinamakan dengan ibadah, yakni suatu pengabdian kepada Allah yang telah
menciptakan manusia itu sendiri. Pengabdian kepada Allah (ibadah) inilah yang
kemudian menjadi karakteristik kemanusiaan karena dengan beribadah seseorang
memiliki perbedaan dengan makhluk lainnya. Untuk dapat melakukan ibadah dengan
sempurna maka manusia memerlukan suatu kriteria tertentu, antara lain kesehatan
akal, kesehatan jiwa, dan kesehatan raga. Kemampuan manusia untuk memenuhi
kriteria diatas menyebabkan Allah menurunkan agama hanya kepada manusia bukan
kepada makhluk lain. Pemberian agama sebagai petunjuk hidup kepada manusia
merupakan kehormatan dari Allah kepada manusia dan manusia harus bertanggung
jawab terhadap fungsinya sebagai ciptaannya. Manifestasi tanggung jawab tersebut
adalah merupakan realisasi diri sesuai dimensi kemanusiaan. Realisasi dirinya inilah
yang kemudian berkaitan erat dengan etos kerja Islam. Sebab realisasi tersebut
merupakan suatu konsep kerja yang meliputi dimensi keduniawian (profan) maupun
dimensi keakhiratan (sakral, eskatologis). Kedua dimensi tersebut merupakan suatu
hubungan yang saling berjalin yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Jalinan kedua
dimensi inilah yang disebut etika Islam, atau lebih populer disebut ‘akhlak’. Dengan
demikian ibadah dalam Islam bukanlah suatu himne ritual (ritus) yakni dimensi
keakhiratan saja tetapi ia juga merupakan atau menjadi suatu wahana dimana
manusia dimungkinkan untuk merealisasikan dirinya secara kemanusiaan dan
keakhiratan. Pengabdian secara keduniawian ini merupakan upaya manusia untuk
mengembangkan dirinya untuk tidak Sekedar mempertahankan hidup, baik secara
intelektual, ekonomi, politik, budaya dan sistem sosial lainnya, akan tetapi ia
sekaligus juga merupakan realisasi fitrah manusia.
Etos Kerja Agama Kristen
Sifat khas kerja manusia ini beroleh penyorotan yang istimewa dalam Alkitab,
Alkitab menghubungkan kerja manusia dengan penciptaan manusia menurut gambar
Tuhan. Manusia dicipta menurut gambar dan rupa Tuhan, yaitu Tuhan yang bekerja
di sini. Itulah sebabnya kerja itu termasuk hakikat manusia. Alan Richardson dalam
“The Biblical Doctrine of work” menyatakan bahwa: “Man is a worker by nature”
“Manusia adalah pekerja pada dasarnya”.
Pandangan Alkitab yang menyatakan, bahwa manusia adalah pekerja pada
dasarnya. Oleh sebab Tuhan bekerja artinya sangat penting bagi etika kerja dan etos
kerja. Oleh karena kerja adalah suatu unsur hakekat manusia yang diciptakan
menurut gambar Tuhan itu, sudah sewajarnya pula bahwa kerja itu merupakan
perintah Tuhan.
Barang siapa percaya kepada Kristus dan melakukan pekerjaannya dari
kepercayaannya itu, ia akan mengalaminya bukan lagi sebagai kutuk, tetapi sebagai
berkat. Sebagaimana maut bukan lagi kutuk, melainkan adalah pintu ke hidup yang
kekal. Demikian pula kerja bukan lagi hukuman melainkan berkat oleh karena susah
payahnya diubah, disucikan oleh kasih karunia luhur Kristus.
Di mana Roh Kudus mendorong, memimpin, memerintah kerja, di situ lahir
kerja dari kasih kepada Tuhan. Motif kedua yang pada hakekatnya sama dengan
motif yang pertama, orang tidak perlu menjadi beban bagi orang lain dan orang
menambah kebahagiaan sesamanya”. (Matius 7:12)
Dalam kisah Para Rasul 20; 33-35 Paulus menyatakan bahwa ia bekerja
sebagai tukang kemah di korintus, “supaya jangan menjadi beban”. Sebab “adalah
lebih berbahagia memberi dari pada menerima”. Dalam kisah Para Rasul kita baca
juga tentang Tabita dan Dorkas dari Yopi. Tangannya selalu berusaha untuk
memberikan pakaian kepada yang tidak berpakaian, memberikan makanan kepada
yang lapar. Ketika ia meninggal kisah itu nyata pada banyak orang disekelilingnya
yaitu para janda dari kota itu menunjukkan baju-baju dan pakaian yang dibuat oleh
Dorkas ketika ia masih hidup (Kisah Para Rasul 9:39).
Dalam motif kasih kepada sesama manusia itu nampaklah kasih Kristus, yang
mengalahkan egoisme alamiah hati manusia.
Etos Kerja Agama Hindu
Dasar adanya kesadaran berkorban itu adalah sumber dari cinta kasih.
Dengan rasa cinta kasih itu mereka berkeyakinan, pada suatu saat manusia akan
mampu merealisir tuntutan budi nalurinya, yaitu kebahagian secara lahir batin.
Kesadaran terhadap kewajiban itu juga mendorong umat manusia mengabdi kepada
sesamanya.
Di dalam ajaran agama Hindu, melakukakn pengorbanan itu juga karena
mempunyai hutang yaitu terdiri dari tiga yang disebut Tri RNA. Adapun ketiga
hutang itu adalah :
- Pertama Dewa RNA, yaitu hutang urip atau jiwa kepada Tuhan YME, karena
Tuhanlah yang memberikan hidup kepada semua mahluk hidup yang juga
umat manusia.
- Kedua Pitra RNA, yaitu hutang kepada orang tua dan leluhur yang berupa
budi dan hutang badan karena kehidupan lahir dan batin manusia telah
menerima warisannya.
- Ketiga Rsi RNA, yaitu hutang kepada guru-guru pengajar, pemerintah, dalam
hal ini ada hubungannya dengan pendidikan yaitu yang berupa berbagai-
bagai ilmu pengetahuan yang telah dimiliki manusia.
Kewajiban manusia dalam kehidupan ini adalah harus dapat membayar ketiga
hutang tersebut yaitu dengan pengabdian yang dilakukan dengan suatu
pengorbanan tulus ihklas atau yadnya-yadnya itu sangat perlu dilaksanakan oleh
setiap orang karena terikat kepada hutang RNA itu.
Bahwasanya umat Hindu menyadari tentang bermacam-macam pemberian
dari Tuhan, dari orang berilmu. Berbagai-bagai pemberian ini dipandang sebagai
hutang yang mesti dibayar. Dari sini timbul adanya berbagai bentuk pelaksanaan
yadnya, seperti : yadnya atau korban suci dalam bentuk pelaksanaan memuja.
Yang terpenting ialah yadnya atau korban suci dalam bentuk pelaksanaan
pengabdian. Hal ini ditujukan kepada keluarga, masyarakat, negara, nusa dan
bangsa, tanah air dan kepada perikemanusiaan.
Mengabdi berarti rela memberikan kadar hidupnya, tentu saja dengan ikhlas
dan tiada mengharapkan sesuatu dari padanya. Juga mengabdi itu merupakan suatu
dharma, suatu kewajiban suci yang mendatangkan kewajiban hidup bersama. Yang
mahaesa dan yang telah diyakini benar-benar karena akan membawa berkah,
rahmat dan karunia.
Etos Kerja Agama Buddha
Sebagai perbuatan yang baik dalam ajaran Budha adalah :
- Memperkembangkan akar-akar yang baik untuk mereka yang akan berbuat
jasa.
- Empat daya kemenangan Budhisatwa untuk bermaksud memimpin semua
makhluk pada akhir tujuan.
Selain itu perlu diperhatikan dharma di dalam ajaran Budha sehubungan
dengan etos kerja, yaitu :
- Kebijaksanaan kepada semua makhluk hidup tanpa mengharapkan timbal
balik (sepi ing pamrih).
- Daya tahan dari penderitaan bagi semua mahkluk hidup dan membaktikan
semua jasa mereka.
- Keadilan kepada mereka dengan semua kerendahan hati bebas dari
kesombongan dan kecongkakan hati.
- Menghormati semua Budhisatwa dengan kebaktian yang sama bagi
menghormati Budha.
- Menguji diri sendiri dengan tanpa mengadakan perbantahan dengan orang
lain. Dengan demikian ia harus menyelesaikan pikiran sendiri berdasarkan
atas pencapaian semua jasa-jasa (T.B. Simatupang, 1987 : 108-104).
Dari uraian-uraian tersebut kita dapat mengerti bahwa religiositas tidak hanya
bekerja dalam batas pengertian-pengertian ratio tetapi dalam penghayatan dan
pengamalan secara totalitas yang mendahului analisis atau konseptualisasi otak
manusia tadi. Bagi manusia religius sesuatu yang dihayatinya adalah bersifat
keramat, suci, khudus dan adikodrati.
Oleh karena itu kita dapat mengatakan bahwa seseorang yang bersifat
religius akan selalau menghubungkan pekerjaan yang dilakukannya sebagai suatu
kerangka pengabdian kepada Yang Maha Tinggi oleh karena bekerja adalah jauh
merupakan perintah Allah.
Sebagaimana tertera didalam Al-Qur'an surat Al-Qasshas ayat 77 yang artinya :
"Tapi carilah, dengan (kekayaan) yang dianugrahkan Tuhan kepadamu, negeri
akhirat, dan jangan lupa bagianmu di dunia ini.
diambil dari: http://library.usu.ac.id/modules.php?op=modload&name=Downloads&file=index&req=getit&lid=1043.
Islam adalah ajaran yang bersifat dialogis, yang merupakan karakteristik
dinamis pada tubuh ajarannya. Hal ini memberikan makna bahwa ajaran Islam tidak
hanya terbuka untuk selalu berkarya guna memperbaiki nasib dirinya sendiri. Karena
dalam Islam yang menjadi inti pembangunan adalah manusia maka dengan
sendirinya itu menyangkut kedudukan manusia itu sendiri di alam semesta yang
tidak bisa dilepaskan hubungannya dengan Tuhannya. Sebagai hamba Allah manusia
harus merealisir dirinya sesuai dengan kehendak Allah yang tidak terlepas dari
konteks kemanusiaan. Realisasi dari diri manusia ini adalah yang dalam Islam
dinamakan dengan ibadah, yakni suatu pengabdian kepada Allah yang telah
menciptakan manusia itu sendiri. Pengabdian kepada Allah (ibadah) inilah yang
kemudian menjadi karakteristik kemanusiaan karena dengan beribadah seseorang
memiliki perbedaan dengan makhluk lainnya. Untuk dapat melakukan ibadah dengan
sempurna maka manusia memerlukan suatu kriteria tertentu, antara lain kesehatan
akal, kesehatan jiwa, dan kesehatan raga. Kemampuan manusia untuk memenuhi
kriteria diatas menyebabkan Allah menurunkan agama hanya kepada manusia bukan
kepada makhluk lain. Pemberian agama sebagai petunjuk hidup kepada manusia
merupakan kehormatan dari Allah kepada manusia dan manusia harus bertanggung
jawab terhadap fungsinya sebagai ciptaannya. Manifestasi tanggung jawab tersebut
adalah merupakan realisasi diri sesuai dimensi kemanusiaan. Realisasi dirinya inilah
yang kemudian berkaitan erat dengan etos kerja Islam. Sebab realisasi tersebut
merupakan suatu konsep kerja yang meliputi dimensi keduniawian (profan) maupun
dimensi keakhiratan (sakral, eskatologis). Kedua dimensi tersebut merupakan suatu
hubungan yang saling berjalin yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Jalinan kedua
dimensi inilah yang disebut etika Islam, atau lebih populer disebut ‘akhlak’. Dengan
demikian ibadah dalam Islam bukanlah suatu himne ritual (ritus) yakni dimensi
keakhiratan saja tetapi ia juga merupakan atau menjadi suatu wahana dimana
manusia dimungkinkan untuk merealisasikan dirinya secara kemanusiaan dan
keakhiratan. Pengabdian secara keduniawian ini merupakan upaya manusia untuk
mengembangkan dirinya untuk tidak Sekedar mempertahankan hidup, baik secara
intelektual, ekonomi, politik, budaya dan sistem sosial lainnya, akan tetapi ia
sekaligus juga merupakan realisasi fitrah manusia.
Etos Kerja Agama Kristen
Sifat khas kerja manusia ini beroleh penyorotan yang istimewa dalam Alkitab,
Alkitab menghubungkan kerja manusia dengan penciptaan manusia menurut gambar
Tuhan. Manusia dicipta menurut gambar dan rupa Tuhan, yaitu Tuhan yang bekerja
di sini. Itulah sebabnya kerja itu termasuk hakikat manusia. Alan Richardson dalam
“The Biblical Doctrine of work” menyatakan bahwa: “Man is a worker by nature”
“Manusia adalah pekerja pada dasarnya”.
Pandangan Alkitab yang menyatakan, bahwa manusia adalah pekerja pada
dasarnya. Oleh sebab Tuhan bekerja artinya sangat penting bagi etika kerja dan etos
kerja. Oleh karena kerja adalah suatu unsur hakekat manusia yang diciptakan
menurut gambar Tuhan itu, sudah sewajarnya pula bahwa kerja itu merupakan
perintah Tuhan.
Barang siapa percaya kepada Kristus dan melakukan pekerjaannya dari
kepercayaannya itu, ia akan mengalaminya bukan lagi sebagai kutuk, tetapi sebagai
berkat. Sebagaimana maut bukan lagi kutuk, melainkan adalah pintu ke hidup yang
kekal. Demikian pula kerja bukan lagi hukuman melainkan berkat oleh karena susah
payahnya diubah, disucikan oleh kasih karunia luhur Kristus.
Di mana Roh Kudus mendorong, memimpin, memerintah kerja, di situ lahir
kerja dari kasih kepada Tuhan. Motif kedua yang pada hakekatnya sama dengan
motif yang pertama, orang tidak perlu menjadi beban bagi orang lain dan orang
menambah kebahagiaan sesamanya”. (Matius 7:12)
Dalam kisah Para Rasul 20; 33-35 Paulus menyatakan bahwa ia bekerja
sebagai tukang kemah di korintus, “supaya jangan menjadi beban”. Sebab “adalah
lebih berbahagia memberi dari pada menerima”. Dalam kisah Para Rasul kita baca
juga tentang Tabita dan Dorkas dari Yopi. Tangannya selalu berusaha untuk
memberikan pakaian kepada yang tidak berpakaian, memberikan makanan kepada
yang lapar. Ketika ia meninggal kisah itu nyata pada banyak orang disekelilingnya
yaitu para janda dari kota itu menunjukkan baju-baju dan pakaian yang dibuat oleh
Dorkas ketika ia masih hidup (Kisah Para Rasul 9:39).
Dalam motif kasih kepada sesama manusia itu nampaklah kasih Kristus, yang
mengalahkan egoisme alamiah hati manusia.
Etos Kerja Agama Hindu
Dasar adanya kesadaran berkorban itu adalah sumber dari cinta kasih.
Dengan rasa cinta kasih itu mereka berkeyakinan, pada suatu saat manusia akan
mampu merealisir tuntutan budi nalurinya, yaitu kebahagian secara lahir batin.
Kesadaran terhadap kewajiban itu juga mendorong umat manusia mengabdi kepada
sesamanya.
Di dalam ajaran agama Hindu, melakukakn pengorbanan itu juga karena
mempunyai hutang yaitu terdiri dari tiga yang disebut Tri RNA. Adapun ketiga
hutang itu adalah :
- Pertama Dewa RNA, yaitu hutang urip atau jiwa kepada Tuhan YME, karena
Tuhanlah yang memberikan hidup kepada semua mahluk hidup yang juga
umat manusia.
- Kedua Pitra RNA, yaitu hutang kepada orang tua dan leluhur yang berupa
budi dan hutang badan karena kehidupan lahir dan batin manusia telah
menerima warisannya.
- Ketiga Rsi RNA, yaitu hutang kepada guru-guru pengajar, pemerintah, dalam
hal ini ada hubungannya dengan pendidikan yaitu yang berupa berbagai-
bagai ilmu pengetahuan yang telah dimiliki manusia.
Kewajiban manusia dalam kehidupan ini adalah harus dapat membayar ketiga
hutang tersebut yaitu dengan pengabdian yang dilakukan dengan suatu
pengorbanan tulus ihklas atau yadnya-yadnya itu sangat perlu dilaksanakan oleh
setiap orang karena terikat kepada hutang RNA itu.
Bahwasanya umat Hindu menyadari tentang bermacam-macam pemberian
dari Tuhan, dari orang berilmu. Berbagai-bagai pemberian ini dipandang sebagai
hutang yang mesti dibayar. Dari sini timbul adanya berbagai bentuk pelaksanaan
yadnya, seperti : yadnya atau korban suci dalam bentuk pelaksanaan memuja.
Yang terpenting ialah yadnya atau korban suci dalam bentuk pelaksanaan
pengabdian. Hal ini ditujukan kepada keluarga, masyarakat, negara, nusa dan
bangsa, tanah air dan kepada perikemanusiaan.
Mengabdi berarti rela memberikan kadar hidupnya, tentu saja dengan ikhlas
dan tiada mengharapkan sesuatu dari padanya. Juga mengabdi itu merupakan suatu
dharma, suatu kewajiban suci yang mendatangkan kewajiban hidup bersama. Yang
mahaesa dan yang telah diyakini benar-benar karena akan membawa berkah,
rahmat dan karunia.
Etos Kerja Agama Buddha
Sebagai perbuatan yang baik dalam ajaran Budha adalah :
- Memperkembangkan akar-akar yang baik untuk mereka yang akan berbuat
jasa.
- Empat daya kemenangan Budhisatwa untuk bermaksud memimpin semua
makhluk pada akhir tujuan.
Selain itu perlu diperhatikan dharma di dalam ajaran Budha sehubungan
dengan etos kerja, yaitu :
- Kebijaksanaan kepada semua makhluk hidup tanpa mengharapkan timbal
balik (sepi ing pamrih).
- Daya tahan dari penderitaan bagi semua mahkluk hidup dan membaktikan
semua jasa mereka.
- Keadilan kepada mereka dengan semua kerendahan hati bebas dari
kesombongan dan kecongkakan hati.
- Menghormati semua Budhisatwa dengan kebaktian yang sama bagi
menghormati Budha.
- Menguji diri sendiri dengan tanpa mengadakan perbantahan dengan orang
lain. Dengan demikian ia harus menyelesaikan pikiran sendiri berdasarkan
atas pencapaian semua jasa-jasa (T.B. Simatupang, 1987 : 108-104).
Dari uraian-uraian tersebut kita dapat mengerti bahwa religiositas tidak hanya
bekerja dalam batas pengertian-pengertian ratio tetapi dalam penghayatan dan
pengamalan secara totalitas yang mendahului analisis atau konseptualisasi otak
manusia tadi. Bagi manusia religius sesuatu yang dihayatinya adalah bersifat
keramat, suci, khudus dan adikodrati.
Oleh karena itu kita dapat mengatakan bahwa seseorang yang bersifat
religius akan selalau menghubungkan pekerjaan yang dilakukannya sebagai suatu
kerangka pengabdian kepada Yang Maha Tinggi oleh karena bekerja adalah jauh
merupakan perintah Allah.
Sebagaimana tertera didalam Al-Qur'an surat Al-Qasshas ayat 77 yang artinya :
"Tapi carilah, dengan (kekayaan) yang dianugrahkan Tuhan kepadamu, negeri
akhirat, dan jangan lupa bagianmu di dunia ini.
diambil dari: http://library.usu.ac.id/modules.php?op=modload&name=Downloads&file=index&req=getit&lid=1043.
No comments:
Post a Comment